Sabtu, 20 Januari lalu saya datang ke Acara Elingpiade—sebuah Festival Dolanan Tradisional. Sejak pagi, lapangan The Pikas Resort, Banjarnegara ramai oleh lebih dari 1.800 peserta. Mereka adalah murid-murid sekolah-sekolah Cokroaminoto di Banjarnegara. Yang membuat saya salut, acara seramai ini tidak memiliki sponsor. Dananya diambil dari uang patungan sekolah-sekolah tersebut. Panitianya terdiri dari para relawan yang saweran untuk konsumsi setiap kali mengadakan pertemuan.
Elingpiade berawal dari Training Of Trainer (TOT) inovasi pembelajaran yang diadakan oleh Syarikat Islam bulan Agustus lalu. Mereka mengadakan pelatihan untuk menumbuhkan pendidikan berkarakter lewat permainan tradisional. Rencananya, permainan tradisional akan masuk dalam kurikulum sekolah Cokroaminoto di Banjarnegara.
Saya sempat ngobrol dengan Cak Ipul—pegiat dolanan tradisional yang menjadi fasilitator TOT. Sejumlah guru bercerita bahwa permainan tradisional sudah jarang dimainkan. Penyebabnya antara lain karena jarang ada orang yang mengajak memainkannya, ruang bermain yang semakin menyempit, tidak ada alat, hingga tidak ada yang bercerita mengenai manfaat dan karakter permainan tradisional. Selain itu, anak-anak jaman sekarang lebih tertarik dengan bermain gadget dan game.
Padahal, memainkan dolanan tradisional berarti merayakan Indonesia. Ada banyak permainan yang sama dengan beragam penyebutan di berbagai tempat. Masing-masing tempat juga memiliki aturan yang berbeda. Permainan tradisional mengajarkan banyak hal. Saat bermain, seorang anak terlatih mengenali lingkungan. Ia menggunakan unsur yang ada disekelilingnya. Permainan ini juga tidak menyenangkan jika dilakukan sendirian. Itu artinya, permainan tradisional melatih empati dan kepekaan karena membutuhkan interaksi dengan rekan lain.

Saat memainkan permainan tradisional, seorang anak dituntut untuk berkreasi. Ia harus menggunakan peralatan yang ada. Semua permainan tradisional mengajarkan kesadaran hukum. Ada aturan dalam permainan. Jika ada yang curang, akan ketahuan dan mendapat sangsi. Hukum tersebut terjadi tanpa tertulis.
Leken Setyawan, ketua Forum Komunikasi Guru Cokroaminoto bercerita, seusai TOT peserta mengajarkan kembali kepada guru lain. Mereka juga mengumpulkan jenis-jenis permainan tradisional lewat bertanya kepada orang-orangtua. Ternyata di daerah Jawa Tengah ada sekitar 126 permainan. Para guru tersebut kemudian sepakat membuat sebuah festival untuk merayakan permainan tradisional. Ada 127 sekolah Cokroaminoto di Banjarnegara dari tingkat Darul Athfal (TK), hingga Madrasah Aliyah (SMA) ambil bagian dalam festival ini. Keseluruhan dana merupakan patungan sekolah tersebut. Panitia juga relawan yang saweran konsumsi setiap rapat.
Elingpiade merupakan kependekan dari Eling Permainane Dewek—Ingat permainan sendiri. Bentuknya sengaja memilih festival untuk merayakan senangnya berkumpul dan bermain bersama. Untuk mengingat bahwa Banjarnega kaya dengan budaya. Karena keterbatasan waktu Festival, panitia kemudian memilih sembilan permainan yang paling memungkinkan untuk dilombakan. Ada estafet kodok, gapiyak, estafet sarung, enggrang, panah bambu, hingga membuat belalang dan burung dari janur. Uniknya, banyak peserta yang baru tahu sebagian permainan menjelang festival. Serunya lagi, seluruh peserta membawa dan membuat sendiri peralatan yang dipakai berlomba. Agar peserta tahu bahwa permainan tradisional itu alatnya mudah dicari.
Selain lomba permainan tradisional, ada acara pararel berupa pentas permainan tradisional. Anak-anak usia TK dari 9 kecamatan yang tampil. Mereka menggunakan kostum baju tradisional yang dimodifikasi. Anak-anak ini bermain sambil menyanyikan dolanan. Selain itu ada pentas drama tentang dolanan yang diperankan oleh tiga sekolah SMA. Rencananya, agenda ini akan menjadi acara rutin. Semoga saja saya bisa datang di acara berikutnya.
Justru acara yang tanpa ada sokongan sponsor besar ini jauh lebih bermakna. Mereka saling bekerja dengan penuh tanggung jawab. Itu bikin mainan apa aja hahahah. Kalau aku paling bikin kincir kecil dari daun kelapa :-D
BalasHapusRindu dolanan jaman waktu kecil dulu. Anak-anak sekarang udah jarang yang main seperti itu,ya, kecuali yang tinggal di kampung.
BalasHapusJadi kangen sama masa kecil hehehe. Semoga semakin banyak kegiatan seperti ini karena sebetulnya menyenangkan banget :)
BalasHapusKeren banget acaranya.
BalasHapusInsfiratif ini mah.
Dulu setiap sore pasti bermain permainan tradisional. Rasanya emang perlu diadakan sebuah festival kayak gini agar anak-anak jaman now tahu dan bisa bermain bersama dalam permainan anak-anak. Keren mbak 👍
BalasHapusPermainan dolanan merayakan Indonesia. Biar tampak lebih sumringah. Anak anak biar tidak kecanduang gadget.
BalasHapusDimasukan kekurikulum, setuju banget.