Sabtu, 29 April 2017

Bekerja Sambil Menikmati Liburan di Kraton Yogyakarta


Saya selalu senang jika mendapat tugas di Yogyakarta. Itu artinya, saya bisa mampir untuk menengok orangtua sembari berwisata kuliner.  Sebagai orang yang lahir dan besar di Yogyakarta, saya punya banyak kenangan dengan banyak rumah makan di tempat ini.


6 hari mengelilingi kraton membuat saya teringat masa kecil. Dulu orangtua saya kadang mengajak ke kraton tiap ada acara besar. Waktu kecil, kakek juga sering membacakan cerita-cerita wayang. Pertunjukan wayang, latihan tari, dan ruangan-ruangan di kraton mengingatkan saya pada masa itu. Saya melihat gamelan Kyai Guntur Madu dan Nogo Wiloto ditaruh di bangsal. Saya jadi kangen mendengarkan kedua gamelan tersebut saat peringatan sekaten. Musiknya pelan dan sakral. Saya juga suka berjalan-jalan di bangunan tua kraton yang memiliki perpaduan arsitektur hindis dan jawa dengan sudut-sudut dan perabotan cantik. Termasuk didalamnya, tegel-tegel kunci warna-warni yang menghiasi banyak ruangannya. Suatu saat nanti, saya ingin membangun rumah di Yogya dengan tegel ini di interiornya.


Kali ini, saya bertugas membuat film dokumenter untuk program “Melihat Indonesia”, Metro TV. Kali ini, temanya tentang abdi dalem. Di Kraton Yogyakarta, ada seorang anak berumur 9 tahun bernama Rizki Kuncoro Manik. Wajahnya sejak berumur dua tahun kerap menghiasi media massa lokal. Rizki dikenal sebagai cucu seorang abdi dalem bernama Mbah Suyat. Bocah ini selalu mengikuti Mbah Suyat ketika bekerja atau datang ke acara-acara Kraton. Karena seorang anak kecil dengan busana tradisional jawa itu terlihat lucu, media kerap meliputnya. Berapa televisi lokal juga pernah membuat profilnya. Padahal, Rizki sendiri bukan abdi dalem. Untuk menjadi abdi dalem, orang harus melalui acara pawiyatan—semacam kuliah yang ditutup dengan wisuda. Dan, Rizki belum cukup umur untuk itu.  


Karena saya tidak mau mengikuti media massa lain membuat sosok Rizki menjadi pahlawan, saya mengubah alur ceritanya. Saya lebih banyak mengambil tentang mbah Suyat. Kakek tersebut sudah 40 tahun mengabdi di kraton Yogyakarta. Ia selalu mangajak anak-anaknya ke kraton agar tahu sopan santun dan bisa dekat dengan kerabat raja Yogyakarta. Termasuk Rizki yang sejak umur 5 bulan ia asuh dan perlakukan sebagai anak. Saya lebih banyak mengambil peristiwa tentang hubungan bapak dan anak. Bagaimana Mbah Suyat mengenalkan nilai-nilai dan budaya Jawa kepada Rizki.  Untuk menceritakan tentang filosofi pengabdian terhadap budaya, saya memasukkan tokoh-tokoh lain. Kraton Yogyakarta merupakan museum hidup yang berisi budaya Jawa. Di sana ada lebih dari 4.000 orang mengabdi untuk melestarikan budaya Jawa. Film ini bisa ditonton di acara Melihat Indonesia, Metro TV. Pada hari Jumat tanggal  5 Mei pk 22.30.



Di sela-sela syuting, saya mampir sebentar di Tamanan. Lokasi ini letaknya agak tersembunyi dari lalu lalang turis. Di dekat para abdi dalem memarkirkan kendaraannya. Di sana ada tiga orang abdi dalem sedang membatik. Mereka juga menjual batik-batik dengan motif tradisional Kraton Yogyakarta. Sebagian besar berwarna hitam dan coklat soga. Ada motif sekar jagat, katsuba, sido mukti, sampai nitik. Masing-masing kain memiliki makna yang berbeda dan dipergunakan di acara yang berbeda. Penamaan motif kain itu seperti doa. Sido Mukti misalnya.Kain tersebut merupakan harapan jika pemakainya akan menjadi orang yang mulia. Kebanyakan kain jenis ini dipakai oleh pengantin. Selembar kain dipatok dengan harga berkisar antara 600 hingga 1.250.000. Saya sudah mupeng berat melihat beberapa jenis kain dengan gambar halus. Saya batal membelinya karena saat saya memberi kode ingin mengambil sebuah, suami saya menggeleng tanda jangan sekarang. Lain kali saya akan membeli satu. Atau mungkin memesan sebuah kain dengan motif udan liris yang memang ingin saya miliki sejak dulu.



Ada di seputaran Kraton, saya mampir ke dua rumah makan yang menjadi langganan. Yang pertama sebuah warung sederhana di dalam Pasar Ngasem. Saya suka makan bobor—sayur dengan santan manis—di sini. Sayang ternyata mereka kini hanya menyajikan bobor daun kelor setiap hari sabtu. Akhirnya saya memilih makan rawon. Di sini ada gudeg basah, sayur tahu yang dimasak dengan rasa rumahan. Enak dan manis. Percaya tidak, kami bertiga hanya menghabiskan kurang dari lima puluh ribu rupiah. 

Warung makan kedua yang saya datangi adalah Handayani di dekat Alun-alun Kidul. Warung makan ini terkenal dengan brongkos dan es campurnya. Karena saya sedang ingin makanan hangat, saya memesan soto. Tidak lupa juga memesan es campur. Enak sekali. Campuran sirup warna pink, susu, dan tapenya punya rasa manis jadul.


Selain di kedua tempat tadi, saya sempat makan malam di Monggo Resto. Rumah makan baru ini letaknya di Jalan Perumnas Mundu, Catur Tunggal Sleman. Rumah makan ini letaknya di belakang Ambarukmo Plaza. Saya  Makan di sana atas rekomendasi adik. Agak kaget juga waktu melihat menunya. Untuk ukuran Yogyakarta, makan di restoran ukurannya sangat murah. Menu unik di tempat ini adalah sebotol bir jawa. Minuman ini bisa dikonsumsi seorang muslim karena minuman tersebut tidak mengandung alkohol. Isinya rempah-rempah. Enak untuk menghangatkan perut bagi yang sedang flu. Harga sebotonya hanya 9.000 rupiah. Saya hanya menghabiskan 48.000 rupiah untuk porsi dua orang. Harga itu untuk apem mewah—pancake dengan es krim, ayam lada hitam yang enak, tahu kribo, dan sayap gemes.



Karena saya datang ke tepat ini untuk bekerja, saya harus menginap di tempat yang nyaman. Saya agak picky kalau soal tidur. Saya tidak mau fokus saya terganggu karena kurang tidur. Saya pernah menginap di sebuah hotel gara-gara lokasinya strategis dan harganya murah. Ternyata, hotel hanya bagus di luarnya saja. Di beberapa tempat ada plafon bocor dan shower serta toiletnya rusak. Saya juga sempat tidak bisa tidur karena suasananya horor.

Untung saja di Yogyakarta ada banyak pilihan di website Airy Rooms. Selain harganya terjangkau, mereka memberi jaminan bangunan yang bersih dengan AC, wifi, tempat tidur nyaman, dan shower air hangat. Cara pembayarannya pun bisa melalui transfer atau kartu kredit.

Saya bisa mengecek dan melihat-lihat beragam hotel murah di Jogja dari aplikasi Airy Rooms, baik di Android maupun iOS. Lalu, saat ini sedang ada promo lebaran di Airy Rooms.


Yuk manfaatkan kalau mau pulang kampung tanpa ribet. Promo tersebut berlaku hingga 30 April 2017. Info lebih lanjut bisa dilihat di halaman promo Airy Rooms.

16 komentar :

  1. Pasar ngasem, aku selalu suka menyepi disana mbak ketika banyak yang ke tamansari, keraton atopun alkid. Seuka aja suasananya. Pdhl dket sm tempat2 itu, tapi seakan sepi dari hiruk pikuk wisatawan hehe.

    Aku pernah denger sih tentang abdi dalem cilik ini, eh belum jadi abdi dalem ya. Mungkin terlalu lebay sih ya di ekspos media, padahal belum resmi jadi abdi dalem.

    BalasHapus
  2. wogh mbaknya ini kerja di metro tv? kayaknya seru nih liputannya. Tayang 5 mei ya? NONTON AH!

    BalasHapus
  3. bagian apa sih mbak di metro tv, reporter kah?
    enak ya, liputannya sambil jalan-jalan hehe

    penasaran sama cerita abdi dalem keraton-nya

    BalasHapus
  4. Penasaran banget pgn nonton yg abdi dalem. Banyak dgr cerita ttg keikhlasan mereka mengabdi :) .. Salut ada orang2 seperti mereka ini..

    Btw, wisata di jogjanya bikin ikutan ngiler mba... Baca kuliner2nya... Di jogja memang murah2 bgt yaa... Itu yg bikin aku g prnh bosen ke sana :)

    BalasHapus
  5. Asik ya Mba kerja sambil jalan-jalan :D

    Bikin film dokumenter, hmmm jadi inget waktu bikin tugas semeter lalu :')

    BalasHapus
  6. Dekat ga' sih mbak kalo saya dari lamongan?, soalnya kota diluar Borneo, cuma lamongan dan cirebon yang bisa saya kunjungi (untuk saat ini)

    BalasHapus
  7. Dr dulu selalh suka dg suasana dan cerita keraton. Entah mengapa jadi bangga sendiri sama budaya dan ciri khas jogja itu sendiri.

    Tentu pengalaman luar biasa menjadi seperti rizki karena bisa mengenal kehidupan keraton dr dekat :)

    BalasHapus
  8. Ketika ke kraton, aku selalu menyempatkan diri untuk ngobrol atau sekedar menyapa para abdi dalem. Mereka sering bercerita ttg budaya jawa dan etika ketika berada di kraton atau masyarakat.

    ntar cari filmnya di youtube aah :D

    BalasHapus
  9. Belum pernah saya ke kraton, gimana rasanya sensasinya ya.. apalagi sambil kerja, ga perlu ngeluarin biaya hehe

    BalasHapus
  10. Selalu kalo baca postingan ttg yogyakarta, aku makin semangat pengen ke kota istimewa itu.. Dan selalu minta doa ke penulisnya hehe :D
    btw acara di TV udah lewat yaak, padahal kl dapat kesempatan pengen nnton :)

    BalasHapus
  11. Beruntung banget kerjanya mba bisa ketemu sama orang orang spesial sekalian jalan-jalan

    BalasHapus
  12. Pekerjaan yang menyenangkan ya, Teh. Asik, suasana keraton ini bikin kangen. Selama di Yogyakarta sering sekali lewat gowes dan di sekitarnya aja, kalau masuk jarang-jarang. Kalau keseringan juga bisa bosan nantinya..hehe

    Sukses terus ya, Teh. Semoga terus bisa berbagi dan menginspirasi lewat kotak permen ini :)

    BalasHapus
  13. wah senangnya
    aku mungkin nggk ya?
    Baca ceritanya jadi ingin merasakannya
    selamat pagi

    BalasHapus
  14. Riskii Pak Suyat <3. Ada link videonya nggaa? Kayaknya udah kelewatan waktu tayang deh. Mau liaat.

    Aku yang di Jogja aja selalu kangen Jogja (lhoh, gmn sih ini?) haha

    BalasHapus
  15. Murah-murah makanannya.
    Kapan ya bisa ke Jogja?
    Biar bisa melihat langsung keraton dan kulinernya.

    BalasHapus
  16. wah kemarin saya juga dari daerah kraton mbak....tapi di Taman Sari'nya :D memang Jogja punya banyak tempat-tempat wisata sejarah yang patut dikunjungi.....

    BalasHapus