Jika ingin melihat akulturasi budaya Tionghoa di Indonesia, datanglah ke Glodok. Pecinan terluas di Jakarta ini banyak dihuni oleh para pedagang keturunan Tionghoa. Mereka membawa tradisi dari Negeri Tiongkok termasuk perayaan menyambut musim semi yang dikenal dengan nama Imlek.
Mumpung libur, saya ditemani suami dan seorang teman berniat mengelilingi Petak Sembilan pada tanggal 1 Imlek. Kami sengaja menggunakan kereta api agar leluasa berjalan kaki mengelilingi Pecinan. Sebagian toko di Glodok tutup. Sepertinya, pemiliknya yang keturunan Tionghoa memilih untuk merayakan Imlek bersama keluarganya. Beberapa teman keturunan Tionghoa yang saya hubungi bercerita Imlek merupakan saat berkumpul dengan keluarga. Teman-teman saya, melakukan makan malam bersama keluarga besarnya sehari sebelum imlek. Mereka percaya jika keluarga yang berkumpul akan terlindungi dari marabahaya. Beberapa melanjutkan dengan sembahyang di kelenteng.
Ada beragam mitos yang berkaitan dengan keberuntungan di perayaan Imlek. Hingga kini, beberapa ritual yang dipercaya bisa mendatangkan keberuntungan sepanjang tahun masih dilakukan oleh warga keturunan Tionghoa. Kegiatan tersebut biasanya dimulai pada saat Malam 30 atau tanggal terakhir pada kalender. Pada hari yang disebut San Sip Ampu tadi, warga keturunan Tionghoa di Sumatra melakukan ritual mandi keramas dengan campuran jeruk nipis di shamponya. Mereka percaya hal tersebut bisa membuang sial tahun lalu.
Acara tersebut dilanjutkan dengan pergi ke tempat ibadah untuk mendoakan leluhur dan makan malam bersama. Ada beberapa hidangan yang kerap hadir di rumah. Seperti ikan bandeng, ayam, mie, dan sawi. Makanan-makanan tersebut merupakan perlambang. Sawi misalnya, ia dikonsumsi karena mengandung kata choi atau keberuntungan. Mumpung Imlek, kami mencari makanan-makanan khas yang jarang didapat di hari biasa. Salah satunya kue keranjang. Disebut demikian karena kue ini dibuat dengan cetakan keranjang bambu. Makanan tersebut dijual perkilo dengan harga sekitar 40.000 rupiah.
Saat pertama masuk ke vihara, saya harus membiasakan mata yang sedikit pedas karena asap dupa. Bagian dalam vihara penuh oleh ratusan lilin yang berwarna merah menyala. Llin-lilin tersebut memiliki ukuran yang berbeda-beda. Di badan lilin tercantum nama pemilik, keluarga, atau tempat usaha. Lilin-lilin ini dibuat oleh beberapa pabrik di Tangerang dan Bogor. Saya sempat berfoto di tengah-tengah barisan lilin yang tingginya 1,5 meter. Kata seorang umat, sepasang lilin dengan berat 1.000 kati (1 kati=6 ons) sepasang harganya mencapai 15 juta. Mereka membelinya dengan harapan nyala lilin tersebut akan menerangi usahanya sepanjang tahun. Malam sebelum Imlek, para pemiliknya datang untuk menyalakan lilin dan berdoa.
Di bagian tengah vihara, ada barisan panjang orang mengantri. Mereka hendak berdoa pada dewa tangan 1000. Dewa ini dipercaya akan menngabulkan segala permohonan. Selepas berdoa, biasanya umat mengambil air yang ada di altar. Katanya, air tersebut mirip seperti air zam-zam untuk umat Islam. Ia dipercaya mampu memberi kesehatan badan. Saya penasaran saat melihat beberapa umat berdoa sembari mengasapi barang-barang yang mereka bawa. Ada yang mendekatkan hape, kalung, dan jimatnya di atas hio yang terbakar. Waktu saya bertanya, seorang umat menjawab mereka melakukan hal tersebut sembari berdoa agar barang berharga tersebut tidak tertinggal.
Selama di vihara, kami melihat beberapa orang melepas burung. Mereka percaya jika setiap mahluk hidup berhak bebas. Mengeluarkan burung dari sangkar juga mendatangkan kebahagiaan. Di lokasi lain, selain burung ada juga yang melepas ikan. Hari itu puluhan pengemis ikut memadati Vihara Dharma Bakti. Mereka berharap terciprat rejeki pengunjung yang membagi-bagikan angpau seusai berdoa.
Foto oleh: Heri |
Saya sempat ngobrol sebentar dengan Cik Amoy, pemiliknya. Ia sudah 35 tahun berjualan bakmi di gang sempit, Gloria Pancoran. Untuk merayakan Imlek, Ci Amoy dan seluruh pegawainya menggunakan baju merah minggu itu. Ibu yang sekarang sudah berusia 65 tahun tersebut mengaku bakminya paling ramai setiap akhir pekan. Dia bisa menjual 100 mangkok dengan harga per porsinya Rp 22.000. Adonan bakmi tadi dibuat sendiri oleh kakaknya. Bangun jam 12 malam untuk membuat adonan mie. Karena pagi hari sudah dibawa Cik Amoy. Ia bilang, di warungnya yang paling laris adalah nasi campur. Sayang kami tidak bisa mencoba karena ada daging babinya.
Untuk melengkapinya, kami makan bakso goreng dan lumpia. Baksonya berukuran sebesar bola kasti yang harganya hanya Rp 5.000 itu enak sekali. Saya juga mengambil lumpia karena snack tadi termasuk salah satu hidangan imlek. Bentuknya yang mirip seperti emas batangan dipercaya membawa keberuntungan.
Kami pulang dengan rasa puas. Diantara semua daftar yang ingin saya lihat, hanya jeruk Kim Kit yang belum saya lihat atau cicipi. Buah ini sering disebut dengan jeruk imlek. Warnanya oranye dan kecil-kecil. Pohon ini meski berukuran kecil banyak berbuah. Jeruk adalah buah yang bertbuah sepanjang tahun. Berharap sejahtera selamanya. Daunnya hijau dan berwarna oranye cerah. Jeruk dalam Bahasa mandarin bernama Chi Zhe. Chi dilafalkan mirip rejeki.

perayaan Imlek selalu meriah akrena segala aksesoris warna merah dominan..
BalasHapusboleh masuk ya foto2 orang ibadah?
Iyaa... Canyik ya? Boleh kok. Kelenteng terbuka untuk umum. Asal kita tahu diri aja ga ganggu orang berdoa.
BalasHapusGlodok, sering denger namanya. Dulu jaman almarhum ayah masih ada, pulang dari jakarta suka bawa oleh2 kaset vcd, de el el katanya belinya di glodok.
BalasHapusYang paling aku kangenin saat imlek itu... makanan coklat berbalut emas... Seru2an di solo saat imlek juga bisa jadi alternatif liburan mu lho...
BalasHapusPernahnya ke Semarang buat Imlekan. Pengen ke Palembang dan Singkawang
Hapuskue kranjang rasanya seperti apa mbak? belum pernah nyoba *penasaran
BalasHapusjeruk Kim Kit? baru denger ini ada jeruk namanya Kim Kit ^^ beda sama jeruk mandarin kah?
Makanan itu seharusnya dicoba. Cari aja di Matahari. Ada kok.
Hapusaku jd kangen pas msh kuliah dulu, aku tinggal ama keluarga chinese mbak.. jd ngerasain 4 thn imlek bareng mereka... seruuuu banget :D.. di Penang perayaan imlek selalu meriah krn di sana mayoritas memang chinese... aku sempet shock pas pulang kuliah , masuk ruang depan, dan ngeliat babi utuh yg baru diasap ada di atas meja wkwkwkwkwkw... sebagai muslim, baru kali itu ngeliat babi utuh yg udh mati tapi :D
BalasHapusHa.. Ha... Dulu pernah liat babi panggang utuh di Bali. Rada kaget juga
HapusBelum pernah ke Glodok, jadi penasaran abis lihat postingan ini :D
BalasHapusUhhhhh, mau coklatnyaaaaa
Yuk, ke sana. Meski ga Imlek seru kok buat jalan-jalan. Banyak bangunan tua
HapusFoto-foto di Vihara-nya cakep2 mba. Merah merona. Ke Vihara kata murid yang umat Budha memang kalau pas Imlek, yang bakar hio jadi lebih banyak. Iya mata jadi perih juga.
BalasHapusMelepaskan burung, baik banget itu. Biasanya orang akan merasa berat dan sayang.
BalasHapusYang menjadi pertanyaanku wisata kulinernya, itu tempat wadah/peralatan memasak sama kagak yang dipergunakan antara mie amoy dengan nasi campur ya ?
Ada banyak wajan. Tapi ga tau kecampur atau nggak. Minyak dan bahan mienya juga entah :D
HapusSuka sekali lihat perayaan imlek yang didominasi warna merah :)
BalasHapusMakanannya enak-enak kayak lebaraN. Gagal pokus
BalasHapusSuasananya jadi kayak bener2 di tiongkok ya :))
BalasHapusbelum pernah liat perayaan imlek2 dalam skala besar di kotaku sih, paling banter liat cuma pertunjukan barongsai xD
kayaknya kunjungan pertama nih. Salam kenal. :D
Kau tinggal di kota mana emang? Salam kenal juga
HapusDari tulisan sudah terasa kental nuansa Gong Xi Fa Chai nya, congratz tulisannya jadi juara kedua ya. :-)
BalasHapusMakasih :)
HapusItu permennya warna-warni menggoda. Baksonya juga :)
BalasHapusSelamat udah menang ya mbak. Ntar sapa-sapa ya kalo ke Palembang. :)
Omnduut.com
Iya. Kita belum kenalan. Sampai ketemu di Palembang :)
Hapusah merah merona....
BalasHapuskalo imlek suka kue bulannya
btw selamat imlek mbak, smeoga dapat banyak keberuntungan...
Terimakasih :)
Hapussaya suka makan kue bulan ya kalau g salah namanya, yang kayak dodol itu loh
BalasHapushehe
Kue keranjang bukan?
HapusAsiik berangkat ke Palembang lagi, bawa mpek2 pulangnya
BalasHapusIyaa... Sama persediaan kerupuk sebulan :D
Hapusselamat berangkat ke palembang mbak hehehe
BalasHapus*baru baca wkwkwk
yaaah syukurlah imlek kmrn berlngsung damai tanpa suatu apapun, mengingat kebencian2 yg tak beralasan yg bereadr selama ini :)
Semoga perayaan apapun tetap damai.
HapusMb ku terpesona ama foto fotonu
BalasHapusMerah meriah cerah penuh harapan di tahun ayam api ya
Aku selalu penasaran sama kue keranjang huhu,kemarin pas ke Indomaret dijual sih kue keranjang cm ga beli. Hm btw memang rasanya gimana kak ? Kok aku lihat2 kayak dodol gt.
BalasHapuswah kalo ke Glodok aku jadi pengen nyoba mie itu :D
Wah berbicara mengenai imlek, saya juga ada artikel yang membahas tentang Makanan Khas Imlek.
BalasHapusThank you sudah berbagi info tentang imlek ya mba.
Salam