Bu Netty mendapatkan hal tersebut tidak dengan mudah. Dulu ia lahir dan besar di Bukittinggi. Karena ingin punya hidup yang lebih baik, ia memutuskan untuk merantau ke Jerman. Di sana, ia harus kerja keras karena ijasahnya di asia tidak diakui untuk bekerja di bidang kesehatan. Bu Netty harus pindah-pindah kerja dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain sambil belajar supaya bisa mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia bisa menikmati hasilnya bertahun-tahun kemudian. Bisa cuti lama dan punya uang untuk berkunjung ke banyak negara. Setelah pensiun, tunjangannya pun cukup untuk hidup layak.
Ibu Netty bercerita kalau dibanding banyak negara yang ia kunjungi, Indonesia itu kaya. Tanahnya subur sehingga apa saja bisa hidup sewaktu ditanam. Tinggal orang-orangnya saja yang perlu lebih peduli. Ia beberapa kali bertemu orang-orang yang mau duit atau mau enaknya saja. Tapi mereka akan diam saja saat melihat hal yang tidak beres seperti sampah di jalan. Bagi mereka, hal tersebut bukan tanggung jawabnya. Beda dengan di Jerman. Orang-orang di sana terbiasa untuk jujur, tepat waktu, dan bersungguh-sungguh saat mengerjakan sesuatu sejak kecil. Makanya negara tadi bisa maju karena tiap orang terbiasa untuk kerja keras.
Tokoh lain yang menarik ceritanya adalah seorang pedagang ikan bernama Pak Arif. Saya menjadikannya narasumber ingin bercerita jika wisata di Tanjung Lesung memberi dampak kepada penduduk lokal disekitarnya. Penduduk mendapat pemasukan tambahan dari mengelola homestay dan menyewakan kapal untuk wisata snorkeling dan trip ke Pulau Liwungan.
Waktu ngobrol dan melihat hidup beberapa nelayan, saya sempat melihat mereka punya karakter yang sama: miskin di tengah laut yang kaya. Menjadi nelayan itu hidupnya tergantung musim ikan. Saat laut bermurah hati, nelayan panen banyak ikan. Sebaliknya, ada bulan-bulan tertentu ikan di laut susah untuk di tangkap. Sedihnya, para nelayan ini kebanyakan tidak bisa menabung. Mereka menghabiskan uangnya begitu saja ketika mendapat banyak tangkapan. Giliran musim sepi, banyak nelayan terpaksa menjual barang untuk sekadar makan. Waktu tua mereka menjadi miskin karena badannya sudah tidak kuat lagi untuk melaut.
Dulu, Pak Arif juga begitu. Sampai suatu ketika, ia tidak bisa melaut berbulan-bulan. Saking miskinnya, ia sampai tidak punya uang untuk membeli beras. Pak Arif kebingungan karena ia tidak bisa mendapatkan pinjaman uang kepada siapapun. Ia terpaksa menitipkan anak dan istrinya di rumah mertua sampai memiliki uang untuk membeli bahan makanan.
Bosan menjadi orang miskin, memaksa Pak Arif untuk menabung. Ia dan istrinya berhemat mati-matian setiap mendapat hasil dari laut. Lama-lama, ia bisa membeli alat tangkap dan kapal sendiri. Setelah memiliki kapal, ia memutuskan untuk menjadi pedagang ikan. Kapal dan alat tangkap tersebut dijalankan orang lain dengan sistem bagi hasil. Pak Arif sekarang hidup berkecukupan. Selain menjadi pedagang ikan, ia juga punya pendapatan dari menyewakan kamar di rumahnya untuk turis dan menjual paket-paket wisata ke turis.
Semoga saja bertemu dengan mereka mengingatkan saya akan pentingnya kerjakeras untuk masa depan. Kalau anda penasaran dengan indahnya Tanjung Lesung dan orang-orang lain yang tinggal di sana, film buatan saya bisa dilihat di sini: https://youtu.be/4KYGSTRdG_U
Tidak ada komentar :
Posting Komentar