Senin, 27 Juni 2016

Menonton Mangga Golek di Kinosaurus


Bulan ini saya dan Gugun tidak pergi ke bioskop. Kami sedang tertarik untuk menonton di tempat pemutaran lain. Setelah kemarin datang ke Dapur Film dan Kineforum, giliran kami menonton di Kinosaurus. Ini kali pertama kami datang ke tempat pemutaran film yang beralaamat di Jalan Kemang Raya no 8A  tersebut. Tempatnya asyik. Di sana, orang bisa milih mau duduk di sofa, bantal besar, atau kursi. Kemarin kami bayar Rp. 50.000 per orang untuk tiketnya. Jadwal pemutaran film mereka bisa dilihat di http://www.kinosaurusjakarta.com

Sumber foto: mangoesdocumentary.blogspot.co.id
Kami datang untuk menonton film Mas Tonny yang berjudul Mangga Golek Matang di Pohon. Sebenarnya, film-film Mas Tonny diputar beberapa kali bulan ini di Kinosaurus. Kami sengaja datang tanggal 25 supaya bisa menonton bersama pembuat filmnya.

Sebelumnya, saya pernah beberapa kali menonton film Mas Tonny. Ia termasuk pembuat film yang konsisten. Tetap membuat film meski tidak ada sponsor. Beberapa filmnya yang saya tonton memiliki pendekatan yang bagus. Narasumber-narasumbernya bisa bercerita dengan sangat personal tentang diri mereka. Menonton film tadi seperti melihat buku harian seseorang.

Mangga Golek Matang di Pohon merupakan lanjutan dari film “Renita-Renita”. Tokohnya seorang waria yang bernama asli Muhammad Zein. Setelah film tersebut menang di berbagai festival, Mas Tony bertanya kepada Renita akan diapakan uang tadi. Reni bercerita kalau ia ingin pulang kampung ke Palu. Menemui orangtuanya setelah kabur selama 15 tahun.

Sumber foto: mangoesdocumentary.blogspot.co.id 
Film Mangga Golek dimulai dari kontrakan sempit tempat Renita tinggal. Disana ia dan waria lain bercakap-cakap tentang banyak hal. Mulai dari politik sampai hutang. Cerita kemudian persiapan Reni untuk pulang. Ia ditemani waria lain bernama Sasa.

Selain menjadi sutradara, Mas Tonny juga mengambil gambar dan mengedit sendiri. Film sepanjang 98 menit tersebut baru selesai tahun 2012 padahal gambarnya diambil tahun 2007. Waktu syuting, Mas Tony sama sekali tidak punya bayangan seperti apa nanti penerimaan orang tua Renita. Sejak Reni kabur, mereka hilang kontak. Untuk memunculkan cerita, perjalanan pulang tadi menggunakan kapal laut. Dalam waktu tempuh yang berhari-hari tersebut Renita bisa berinteraksi dengan penumpang lain. Mas Tony dan Reni sengaja mengajak tokoh Sasa supaya cerita terbentuk lewat percakapan bukan wawancara.

Usai menonton, saya bertanya apa yang membuat Mas Tony memutuskan untuk memfilmkan sesuatu meski ia belum memiliki sponsor. Ia menjawab kalau cerita yang ia pilih adalah hal-hal yang menarik baginya. Semua proyek pribadinya selalu diawali dari ada hal yang ia ingin orang lain tahu. Seperti film tentang sistem pertanian yang sedang ia kerjakan. Ia penasaran karena memakan beras enak yang ternyata dipanen sepuluh tahun lalu. Dahulu, penduduk di Loksado membuat benih hingga pupuk sendiri.  Setelah mereka menggunakan produk pertanian buatan pabrik, masyarakat sekitar merasa gatal-gatal.




Jumat, 24 Juni 2016

Sepenggal Kisah di Tanjung Lesung



Waktu membuat film tentang Tanjung Lesung beberapa waktu lalu, saya belajar tentang kerjakeras dari dua narasumber. Yang pertama dari pasangan berkewarganegaraan Jerman bernama Ibu Netty dan Opa Karl. Pasangan sepuh yang lama tinggal di kota besar ini ingin menghabiskan masa tuanya daerah bersuasana pantai. Mereka tinggal di villa yang menyenangkan dengan kolam renang tempat keduanya berjemur sambil minum kopi. Tiap sore keduanya jalan-jalan ke pantai. Persis seperti orang yang liburan tiap hari.

Bu Netty mendapatkan hal tersebut tidak dengan mudah. Dulu ia lahir dan besar di Bukittinggi. Karena ingin punya hidup yang lebih baik, ia memutuskan untuk merantau ke Jerman. Di sana, ia harus kerja keras karena ijasahnya di asia tidak diakui untuk bekerja di bidang kesehatan. Bu Netty harus pindah-pindah kerja dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain sambil belajar supaya bisa mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia bisa menikmati hasilnya bertahun-tahun kemudian. Bisa cuti lama dan punya uang untuk berkunjung ke banyak negara. Setelah pensiun, tunjangannya pun cukup untuk hidup layak.

Ibu Netty bercerita kalau dibanding banyak negara yang ia kunjungi, Indonesia itu kaya. Tanahnya subur sehingga apa saja bisa hidup sewaktu ditanam. Tinggal orang-orangnya saja yang perlu lebih peduli. Ia beberapa kali bertemu orang-orang yang mau duit atau mau enaknya saja. Tapi mereka akan diam saja saat melihat hal yang tidak beres seperti sampah di jalan. Bagi mereka, hal tersebut bukan tanggung jawabnya. Beda dengan di Jerman. Orang-orang di sana terbiasa untuk jujur, tepat waktu, dan bersungguh-sungguh saat mengerjakan sesuatu sejak kecil. Makanya negara tadi bisa maju karena tiap orang terbiasa untuk kerja keras.


Tokoh lain yang menarik ceritanya adalah seorang pedagang ikan bernama Pak Arif. Saya menjadikannya narasumber ingin bercerita jika wisata di Tanjung Lesung memberi dampak kepada penduduk lokal disekitarnya. Penduduk mendapat pemasukan tambahan dari mengelola homestay dan menyewakan kapal untuk wisata snorkeling dan trip ke Pulau Liwungan.

Waktu ngobrol dan melihat hidup beberapa nelayan, saya sempat melihat mereka punya karakter yang sama: miskin di tengah laut yang kaya. Menjadi nelayan itu hidupnya tergantung musim ikan. Saat laut bermurah hati, nelayan panen banyak ikan. Sebaliknya, ada bulan-bulan tertentu ikan di laut susah untuk di tangkap. Sedihnya, para nelayan ini kebanyakan tidak bisa menabung. Mereka menghabiskan uangnya begitu saja ketika mendapat banyak tangkapan. Giliran musim sepi, banyak nelayan terpaksa menjual barang untuk sekadar makan. Waktu tua mereka menjadi miskin karena badannya sudah tidak kuat lagi untuk melaut.


Dulu, Pak Arif juga begitu. Sampai suatu ketika, ia tidak bisa melaut berbulan-bulan.  Saking miskinnya, ia sampai tidak punya uang untuk membeli beras. Pak Arif kebingungan karena ia tidak bisa mendapatkan pinjaman uang kepada siapapun. Ia terpaksa menitipkan anak dan istrinya di rumah mertua sampai memiliki uang untuk membeli bahan makanan.

Bosan menjadi orang miskin, memaksa Pak Arif untuk menabung. Ia dan istrinya berhemat mati-matian setiap mendapat hasil dari laut. Lama-lama, ia bisa membeli alat tangkap dan kapal sendiri. Setelah memiliki kapal, ia memutuskan untuk menjadi pedagang ikan. Kapal dan alat tangkap tersebut dijalankan orang lain dengan sistem bagi hasil. Pak Arif sekarang hidup berkecukupan. Selain menjadi pedagang ikan, ia juga punya pendapatan dari menyewakan kamar di rumahnya untuk turis dan menjual paket-paket wisata ke turis.

Semoga saja bertemu dengan mereka mengingatkan saya akan pentingnya kerjakeras untuk masa depan. Kalau anda penasaran dengan indahnya Tanjung Lesung dan orang-orang lain yang tinggal di sana, film buatan saya bisa dilihat di sini:  https://youtu.be/4KYGSTRdG_U

Selasa, 14 Juni 2016

Yuk, cari skor tinggi waktu tes IELT


Beberapa waktu lalu, saya harus mengambil tes IELTS untuk melengkapi pendaftaran beasiswa saya. Saya menargetkan untuk mendapat skor minimal 6,5 supaya bisa dipakai untuk mendaftar kuliah juga. Sebelum tes, saya sempat panik. Saya hanya punya waktu dua minggu untuk belajar Bahasa Inggris. Padahal saya sudah lebih dari satu tahun tidak menggunakan bahasa tadi. Mau tidak mau saya harus mencari cara supaya target 6,5 tadi tercapai dalam waktu singkat.



Untuk yang sama sekali buta dengan apa itu IELTS, ini ada sedikit gambaran sebelum anda mengikuti tes tadi. IELTS merupakan salah satu tes yang dipakai untuk mengukur kemampuan Bahasa Inggris seseorang. Ia memiliki skor dari 1 (bukan pemakai Bahasa Inggris) hingga 9 (ahli) untuk menentukan kemampuan seseorang. Dibagi menjadi dua: Academic dan General . Akademic itu untuk orang-orang yang ingin belajar di negara berbahasa pengantar Inggris. Soal-soalnya biasanya berhubungan dengan kehidupan sehari-hari mahasiswa atau pengetahuan umum. Sedangkan General untuk orang-orang yang ingin tinggal atau bekerja di negara dengan bahasa pengantar Inggris. 

Yang pertama, saya mencari-cari buku untuk berlatih IELTS yang dikeluarkan oleh Universitas Cambridge. Untuk anda yang malas mengeluarkan uang, buku ini bisa dengan mudah didapat berkat kebaikan google. Pastikan buku yang anda download lengkap halamannya dan punya kunci jawaban sehingga anda bisa mengira-ira berapa skor yang anda dapat. Soal IELTS yang akan anda hadapi nanti polanya sama seperti yang ada di buku ini.

Karena buku tadi tebal, mengerjakan buku ini lumayan membosankan. Untuk menghilangkan bosan, saya menyelingi belajar Bahasa Inggris dengan cara lain. Yang pertama: menonton film dalam Bahasa Inggris. Ini sangat membantu untuk nanti mengerjakan soal dalam bentuk listening. Hampir tiap hari saya minimal meluangkan waktu satu jam untuk menonton film. Lumayan membiasakan diri mendengar pengucapan kata Bahasa Inggris. Jangan pernah menggunakan subtitle dalam bahasa Indonesia. Kalau anda menggunakan subtitle, pilih yang dalam Bahasa Inggris. Setidaknya hal tersebut akan memperkaya kosa kata anda. Oh iya, soal listening di IELTS itu sifatnya pemahaman kontek. Pahami dulu maksud percakapan secara keseluruhan sebelum memilih jawaban. Kadang jawaban yang salah sengaja memiliki kata-kata seperti dalam percakapan. Awalnya saya juga sempat berkali-kali terjebak.

Tiap hari saya berusaha membaca novel atau artikel dalam Bahasa Inggris untuk belajar soal dalam bentuk reading. Awalnya, tes jenis ini sulit untuk saya karena saya bukan tipe yang bisa mengingat sesuatu saat membaca sekilas. Padahal waktu yang digunakan untuk tes jenis ini singkat. Waktu mengerjakan tes, saya mengakalinya dengan membaca dahulu soalnya baru mencari paragraf yang menceritakan tentang hal tersebut untuk dibaca lebih teliti. Biasanya, materi tes ini seputar pengetahuan umum. Bisa sejarah dunia atau tentang bumi dan hal-hal luar angkasa yang dulu pernah kita pelajari di IPA atau IPS. Cuma materinya lebih rumit.

Tes ketiga menulis. Tes ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama biasanya berbentuk diagram, bagan, atau peta. Kita diminta menceritakan apa yang terjadi menurut gambar tersebut. Bagian kedua yang nilainya lebih besar biasanya pendapat kita mengenai suatu hal. Yang penting dari tes ini adalah: menulislah sebanyak mungkin. Nilai anda akan berkurang jika karangan anda kurang dari jumlah kata yang diminta. Lalu, gunakan sebanyak mungkin kosakata untuk menunjukkan anda perbendaharaan kata yang banyak. Sebisa mungkin hindari pengulangan kata.

Dan yang terakhir soal speaking. Sebenarnya inti dari tes ini adalah jangan grogi. Biasanya penanya akan memulai dengan hal-hal sederhana. Kita akan diminta untuk menjelaskan siapa diri kita, pekerjaan, dan apa yang kita lakukan di waktu luang. Dan anggap saja sedang bercerita dengan seorang teman. Saya melakukan kesalahan di sini karena tidak paham dengan pertanyaan.

Waktu mendapat hasil tes, saya cukup lega karena mendapat nilai 6,5. Lumayanlah dengan persiapan yang sangat mendadak dan ini kali pertama saya mengikuti tes. Sekarang saya sedang belajar lagi untuk mengejar nilai 7,5. 

Kamis, 09 Juni 2016

Mari Menonton Prenjak dan Film-film Nominasi Cannes

Adegan dari film Kara, Anak Sebatang Pohon
Saya penasaran ingin menonton film Prenjak setelah beberapa media ramai memberitakan kemenangannya di Semaine De La Critique Cannes. Setelah melewatkan beberapa kali pemutarannya di Jakarta, saya menontonnya di Boemboe Dapur Night yang ke- 4 tanggal 5 Juni lalu.  Kami sudah datang ke Dapur Film di Jalan Ampera no 17 A pukul 19.00 sesuai dengan jadwal di undangan. Berhubung ruangannya dipakai untuk taraweh terlebih dahulu, jadilah kita menunggu sambil ngobrol-ngobrol dengan tamu lain.

Waktu kami datang, sudah ada 40an orang yang mengisi daftar tamu. Asyiknya, di sini kita tidak ditarik tiket masuk dengan nominal tertentu. Panitia menyediakan kotak saweran yang bebas kita isi. Saya selalu tertarik dengan cara seperti ini. Saweran memberi kesempatan orang-orang yang ingin menonton tapi tidak punya duit untuk bergabung. Dan, semoga saja yang punya uang memberi donasi lebih untuk mensubsidi yang lain. Serunya lagi, panitia menyediakan banyak makanan gratis. Ada mie ayam, bakso, siomay, sampai es doger segala.



Waktu menonton, kami semua duduk lesehan di karpet. Ada tiga film yang pernah masuk nominasi di Festival Film Cannes yang diputar di sini. Yang pertama judulnya: Kara, Anak Sebatang Pohon. Film buatan tahun 2004 ini awalnya tugas akhir Mas Edwin. Film sepanjang 9 menit ini bercerita tentang seorang anak perempuan yang ibunya meninggal tiba-tiba karena terbunuh oleh Ronald Mc Donald. Kara yang tinggal di daerah pegunungan menjadi obyek foto seorang wartawan. Suatu ketika ia memutuskan pergi untuk mencari pembuhuh sang ibu. Saya suka metafora yang disampaikan film ini. Cuma heran saja kenapa si ibu terbunuh dengan cara yang aneh. Kalau saya yang jadi pembuatnya sih, akan lebih memilih si ibu mati dengan cara tersedak waktu makan produk Mc Donald.

Film kedua berjudul The Fox Exploit The Tiger Might. Film ini bercerita tentang Aseng, seorang anak muda keturunan Tionghoa yang sedang mengalami  masa puber. Aseng tinggal bersama ibunya yang menjual tembakau dan minuman keras. Seorang petugas berkali-kali datang untuk meminta upeti dari ibu Aseng. Aseng ini berteman dengan anak seorang jendral yang bernama David. Entah kenapa terlalu banyak cerita tentang imajenasi seks orang-orang di dalam film. Saya saja sampai bingung ini film mau cerita tentang diskriminasi atau tentang anak muda yang sedang puber?


Film ketiga adalah Prenjak. Film ini bercerita tentang Diah yang menjual korek api kepada Jarwo. Dengan sebatang korek seharga sepuluh ribu rupiah, si Jarwo bisa melihat kemaluan Diah. Kalau ingin tahu siapa Diah dan mengapa ia butuh uang, silakan tonton sendiri. Ga seru kalo dibocorin.

Acara ini menarik karena Edwin sutradara film pertama dan Wregas beserta tim pembuat film Prenjak bisa hadir di sana. Mereka menjawab banyak pertanyaan dari pengunjung. Kebanyakan penonton usianya antara 20 sampai 30an tahun. Kalau dari obrolan sekilas dengan beberapa orang, mereka rata-rata pembuat film atau anak-anak yang ingin belajar membuat film. Ada beberapa pertanyaan yang ditujukan pada Wregas seputar Festival Cannes dan film jenis apa yang membuat juri tertarik. Kata Wregas, Cannes itu punya beberapa festival film yang diselenggarakan organisasi yang berbeda. Bisa saja sebuah film masuk menjadi nominasi dalam beberapa festival. Wregas sendiri mengaku tidak bisa menebak selera juri. Film-film yang menjadi nominasi satu sama lain sangat berbeda cara eksekusinya.

Kalau saya pribadi, tertarik dengan film Prenjak karena film tadi sederhana. Dibuat dalam waktu singkat oleh orang-orang yang berteman lama. Dialog dalam film antara tokoh Jarwo dan Diah itu sangat wajar. Dan, di akhir film penonton bisa melihat alasan Diah membutuhkan uang.  Bisa jadi juri memilih film tadi sebagai pemenang karena dibanding nominator lain, dibuat dengan biaya paling sedikit. Sulit lo membuat sebuah karya yang bisa dinikmati dengan alat dan dana seadanya.