Kata Pak Budi, pihak Museum Lampung berkali-kali mencoba mencari cara untuk menghilangkan coretan tadi. Mereka harus menggunaan cara yang tidak merusak kayunya. Pihak museum pernah menggunakan solar, minyak kayu putih, sampai tiner. Zat-zat tadi secara alami juga digunakan untuk merawat kayu. Sayangnya, usaha tersebut belum membuahkan hasil.
Menurut saya, bagian paling menarik dari museum ini adalah sebuah bola besi yang diameternya hampir dua meter. Benda dengan berat sekitar 5 ton ini dalamnya berupa ruang kosong. Bola besi dipakai untuk membuka hutan. Dulu sekitar tahun 50-an hingga 60-an, alat tersebut digunakan untuk membuka lahan transmigrasi di Lampung Timur dan Tengah. Setelah hutan dibabat, sisa-sisa kayunya disuntik perontok kayu supaya lebih mudah hancur. Bola ini diisi dengan air dan ditarik oleh dua traktor untuk menggilas tunggul-tunggul kayu. Biasanya sebuah lahan diratakan oleh beberapa bola besi. Supaya tidak bertabrakan, ada seseorang yang memberi aba-aba ke mana bola harus menggelinding dengan sandi morse dari atas bukit atau tempat tinggi.
Kami sempat ngobrol juga tentang Pulau Sumatra yang dikenal dengan nama Negeri Swarnadipa. Juga tentang orang-orang Melayu di Sumatera yang cenderung menyukai perhiasan dari emas. Kata Pak Budi, emas dikenal di Indonesia sejak jaman Hindhu Buddha. Masyarakat tempo dulu menggunakan logam untuk menunjukkan status sosial mereka. Emas merupakan simbol keluarga raja dan kaum brahmana. Sejak dulu beberapa daerah di Sumatra sudah menjadi penghasil emas.
Sebenarnya, saya ingin ngobrol lebih lanjut. Saya masih ingin bertanya tentang perdagangan kopi di Lampung dan bagaimana cara sejarah direkonstruksi. Sayangnya, hari sudah terlalu siang dan saya kelaparan. Saya dan Angger kemudian mencari makan. Kami penasaran dengan sambal Seruit. Sejak hari pertama di Lampung, saya bertanya ke beberapa orang tentang makanan khas Lampung. Kebanyakan menjawab tidak tahu. Sampai sopir mobil rental kami bercerita tentang sambal seruit. Jadi ingin mencicipi makanan yang katanya seperti makanan kucing.
Saya bertanya kepada beberapa teman di mana bisa mendapat sambal seruit. Hasilnya nihil. Sampai seorang teman Angger yang kebetulan kami temui di jalan menunjukkan Warung Bebek Gila Debora. Sebenarnya, rumah makan tadi menunya masakan serba bebek. Di daftar menunya tertulis kalau seruit harus dipesan sehari sebelumnya :( Kami mendapatkannya saat itu juga dengan harga dua kali lipat. Harga seporsinya jadi 150 ribu rupiah.
Setelah menunggu lama, datanglah ikan patin bakar. Dalam nampan, selain seekor patin ada pelengkap sambal yang menurut saya beraneka ragam. Ada sambal terasi dan tomat, mangga matang, mentimun, terong bakar. Itu masih normal, tapi dicampur dengan mangga matang dan tempoyak? Itu durian yang disimpan berhari-hari hingga beralkohol. Semua makanan ini diremas-remas menjadi satu. Rasanya enak meski bentuknya terlihat tidak menarik. Lebih baik tidak saya sebut di sini :)
Sambal seruit juga dilengkapi dengan sekeranjang lalapan. Mulai dari terong, selada, mentimun, jengkol, daun kemangi sampai daun-daunan yang saya tidak tahu apa namanya. Saya memasukkan menu ini ke makanan yang ingin saya nikmati lagi kalau nanti kembali ke Lampung.
Info sewa mobil di Bali plus sopir dan BBM
BalasHapusKunjungi http://www.rentcardibali.net
KANTOR
Jalan Uluwatu Perumahan Taman Penta III Blok A No 5. Jimbaran, Bali
Telp : (0361) 9239269
HP : 0812 3713 4840
HP :0859 3511 5970
PIN BBM : 27956157
sewa mobil di bali
sewa mobil murah di bali
rental mobil di bali
rent car di bali