Dermaga Tulehu ramai kaya pasar. Loket tempat beli tiketnya
sampai nggak kelihatan karena banyak orang desak-desakan di depannya. Nggak ada
antrian. Calon penumpang seenaknya aja nyerobot supaya dapet tiket duluan.
Akhirnya saya bisa juga tiket kapal cepat seharga Rp 95.000. Sambil nunggu
kapal berangkat, saya nyari-nyari tukang jual makanan. Laper, dan kue yang saya
beli kemarin nggak cukup buat ngisi perut. Sayangnya, semua cemilan yang dijual
kalo engga gorengan ya makanan ringan kaya MSG. Engga deh. Akhirnya, kapal
berangkat jam 9 lewat 20. Molor dari jadwalnya. Bangku-bangkunya hampir keisi
penuh dengan penumpang.
Kapal sampai sekitar dua jam kemudian. Dari dermaga, saya
naik angkot ke Terminal Masohi. Saya jalan kaki keluar untuk nyari angkot ke
Sawai. Lebih dari setengah jam duduk di pinggir jalan, saya nggak lihat satupun
angkot ke arah sana. Saya kemudian ketemu sama rombongan penjual ikan dari Sawai.
Mereka bilang, saya bisa nebeng mobil mereka. Horee... Tapi saya harus nunggu karena mereka masih
harus naikin beberapa titipan. Ceritanya, angkutan Sawai-Masohi tu jarang.
Kalau ada mobil dari Sawai ke kota, tetangga- tetangga pada nitip belanjaan.
Sambil menunggu, saya makan siang di warung. Menunya ikan
kuah kuning yang ukurannya jumbo. Saya cuma bisa makan separuhnya. Habis itu
saya ngobrol dengan beberapa penduduk lokal buat ngisi waktu. Kata mereka,
kemarin ada banyak mobil dari Sawai yang datang untuk ikut kampanye. Dan
sepertinya, hari ini bakal jarang ada kendaraan ke sana. Pada libur.
Beberapa orang yang saya temui pada heran ngeliat saya yang
pergi sendirian. Kaya anak ilang. Saya sampai berkali-kali bilang cuma pengen
main aja. Sama sekali nggak ada penelitian atau kerjaan. Setelah lebih dari satu jam, saya mulai mati
gaya dan capai. Badan juga mulai kerasa nggak karuan karena masih flu berat. Dan
dua tiga jam kemudian saya mulai bosan habis.
Sekitar jam tiga lebih akhirnya ada angkot juga ke Sawai.
Saya batal nebeng mobil ikan karena mereka masih nyari beberapa barang lagi. Saya
sampai ketiduran di angkot saking capeknya. Saya udah nggak peduli lagi sama
pemandangan hutan di luar. Angkotnya ternyata engga sampai Sawai. Dia berhenti
di Desa Soka dua jam kemudian. Penumpang angkot lain nawarin ngelanjutin perjalanan
bareng dia naik Long boat. Katanya, lebih cepat daripada pake jalan darat.
Saya ngasih uang seratus ribuan ke kernet angkot karena Al
kemarin nyebut angka tadi untuk ongkos ke Sawai. Ada seorang ibu heran dan
bilang sesuatu ke kernetnya. Saya engga ngerti apa yang diomongin karena ibunya
make bahasa lokal. Tapi sepertinya uang yang saya berikan terlalu banyak. Saya
baru tahu setelah sampai di Sawai, Soka itu setengah perjalanan ke sana. Dan
ongkos angkot Masohi-Soka cuma separuhnya.
Ada empat orang lain yang akan naik long boat, semacam
perahu kayu yang dikasih mesin. Sepertinya penumpang lain barusan belanja
bulanan. Saya sempat ngelihat pisang, termos nasi besar, dan kardus-kardus
berisi minyak, teh, sampai gula. Setelah mereka menutup barang-barang dengan terpal,
kami naik ke atas Long boat.
Long boatnya jalan pelan saat masih di sungai. Begitu mulai
masuk ke laut, perahunya ngebut. Saya harus nyembunyiin kamera supaya engga kena
cipratan air. Saya merapatkan jaket karena anginnya kencang dan mulai dingin.
Sore itu, ombaknya cukup tinggi. Long boatnya sampai goyang-goyang dan bikin saya
lumayan paranoid. Gimana kalo misalnya tiba-tiba kapalnya kebalik? Nggak ada
pelampung. Saya engga tahu itu jam berapa, tapi langit mulai gelap. Tadinya saya
pengen moto bukit-bukit kelabu di sebelah kanan, sayang terlalu gelap. Nggak
lama kemudian, kami lewat gunung. Dari kejauhan ada kaya tirai cahaya kelabu.
Keren tapi engga bisa kefoto. Beberapa
menit kemudian, kami kehujanan.
Waktu lewat di samping tebing batu, bapak yang ngajakin saya
naik long boat cerita kalo dulu Norman Edwin latihan panjat dinding di sana.
Dia bilang pake teriak-teriak karena suaranya kalah sama suara mesin dan suara
ombak. Mungkin kalo teman saya yang hobi ndaki gunung kaya Gugun dan Mas Ganes
engga cerita tentang Norman Edwin, saya bakal dengan lugunya berfikir orang itu
siapanya Norman Camaru ya?
Kami sampai Desa Sawai waktu langit sudah gelap. Saya lega
waktu akhirnya sampai di penginapan milik Pak Ali. Pengen cepat-cepat mandi dan
tidur. Baju saya basah kena ujan kecampur air laut.
Bersambung....
Pagi Pertama di Desa Sawai
Bersambung....
Pagi Pertama di Desa Sawai
Tidak ada komentar :
Posting Komentar