![]() |
Saya sama Sanjaya langsung nyamperin tukang jual souvenir. Toko, warung makan, dan kios-kios di pelataran parkir obyek wisata itu semuanya jualan kupu-kupu atau serangga yang dikeringin. Ada yang dibuat gantungan kunci, ada juga yang ditaruh di pigura. Kami lumayan lama milih-milih. Abis kupu-kupunya cantik-cantik. Aslinya pengen beli yang didalam pigura. Sayang ribet bawanya. Ada juga sih yang dijual dalam bentuk kupu-kupu awetan. Cuma harus beli satu set yang harganya diatas 250 ribu.
Ogah ah! Untuk masuk ke Obyek Wisata Air Terjun Bantimurung, masing-masing orang kena Rp 15.000. Didalam, kami langsung disuguhi kolam-kolam renang dan bangunan-bangunan dari beton. Nggg... jauh banget dari harapan saya. Tadinya saya berimajenasi air terjunnya ada di tengah-tengah hutan. Masih alami. Tuteh, Om Bradley, sama Fauzia langsung sibuk bikin foto dengan gaya pre wed. Anas seperti biasa lebih suka moto-moto. Kami nyewa tiker seharga Rp 20.000 buat duduk-duduk buat naruh barang. Saya sirik ngeliatin anak-anak yang mandi pake ban bebek warna kuning. Ada juga beberapa anak SMP yang meluncur pake ban mobil. Penggeennnn.... Kayaknya seru. Akhirnya saya tergoda nyewa ban dalam truk. Sebuahnya sepuluh ribu. Saya butuh waktu lama buat meluncur. Soalnya di sana nggak ada rental pelampung dan saya rada paranoid kalo tenggelam. Awalnya saya cuma jalan di air sambil nyeret-nyeret bannya.
Gara-gara tergoda waktu liat beberapa anak teriak-teriak kegirangan waktu meluncur, akhirnya saya ikut-ikutan. Seru banget! Campuran antara panik karena nggak bisa berenang sekaligus asyik banget. Ini lebih menyenangkan daripada rafting bambu pas ke Kalsel. Capek teriak-teriak, saya nyender di bawah air terjun. Kejatuhan air sebanyak itu berasa kaya dipijat. Daeng Ipul ngajakin kami jalan ke Gua Batu di atas air terjun. Kami semua jalan kaki ke sana kecuali Tuteh yang lebih milih untuk tidur siang di deket sungai. Tu kakak ngakunya tukang jalan-jalan tapi kalo pergi ke tempat wisata kayaknya cuma pindah tidur aja :D
Jalan ke gua batu itu seperti olahraga mengecilkan paha tapi membesarkan betis. Saya lumayan ngos-ngosan karena tangganya banyak banget. Untung aja ada hiburan. Di rombongan kami tiba-tiba ada pria bersepatu pink. Sexy kan? Maaf saya tidak bisa menyebut nama karena itu pencemaran nama baik.
Di kiri jalan setapak ada air sungai yang warnanya agak kebiru-biruan. Ada tebing-tebing kapur menjulang disampingnya yang dihiasi pohon-pohon. Waktu jalan, sesekali saya ngelihat kupu-kupu warna dengan sayap sebesar telapak tangan lewat. Keren banget! Konon katanya, sepuluh tahun yang lalu jumlah kupu-kupu yang lalu-lalang jauh lebih banyak. Wow! Kayak apa ya?
Berhubung guanya gelap sekali, kami jalan sambil bawa senter sewaan. Sebelum masuk, kami moto-moto dinding gua yang putih kaya marmer dan berbentuk seperti lelehan lilin cantik. Waktu balik ke air terjun lagi, kami beberapa kali ditawari untuk beli mie sama nasi goreng kotakan sama seorang ibu-ibu. Kami nolak-nolak karena engga tertarik. Hallo, jauh-jauh ke Sulawesi Selatan kan harusnya wisata kuliner, bukannya makan mie. Habis itu kami pergi dari Obyek Wisata Bantimurung sekitar jam duaan.
Kami lanjut jalan ke Leang-leang yang masih di Kabupaten Maros juga. Letaknya sekitar sepuluh kilo dari Air Terjun Bantimurung ke arah jalan tembus Trans Sulawesi di Kabupaten Pangkep. Sepanjang perjalanan ke sana, kami disuguhi pemandangan sawah-sawah bertabur batuan kars dengan latar bukit-bukit menghijau. Tuteh dan Fauzia ribut kalo pengen punya rumah di sana dan liburan nggak ke mana-mana berhari-hari. Kata mereka cocok buat honeymoner :D
Akhirnya, kami sampai juga di kawasan Leang-leang. Leang dalam bahasa Makassar artinya gua. Berhubung katanya diulang, berarti di sana ada banyak jumlahnya. Begitu masuk ke tempat parkir, kami langsung disuguhi tumpukan batu-batuan kars cantik berwarna abu-abu gelap. Bentuknya seperti sengaja ditata seperti taman batu. Komentar pertama temen-temen adalah: keren ya buat latar foto pre-wed. Teteup!
Dianter sama Mas-mas guide, kami pergi ke gua yang disebut Leang Petta Kere. Gua ini dipakai untuk sembahyang. Untuk melihat gua, pengunjung harus naik tangga dari besi. Kalo mau lebih deket lagi harus manjat batu. Perhatian: tempat ini ga cocok buat orang yang phobi sama ketinggian. Dulu tahun 1950, lukisan-lukisan ini ditemuin sama Heekeren dan Miss Heeren Palm. Konon sih lukisan tadi umurnya dah 5000 tahun. Waktu lihat gambar telapak tangan di dinding gua, tiba-tiba ngerasa gimana gitu. Dulu waktu kecil saya sering liat fotonya di buku pelajaran. Kayaknya dulu lokasinya jauh banget. Ga nyangka bisa liat langsung. Habis itu kami lanjut jalan kaki sekitar 300 meter ke gua lain yang dulu dipakai manusia purba buat tinggal. Di sana juga ada lukisan telapak tangan dan gambar babi rusa lainnya. Di dinding gua tersusun dari tumpukan kulit kerang. Konon kawasan ini dulunya laut. Habis itu kami lanjut jalan ke Ramang-ramang.
Mulai deh pada ribut kelaparan. Dan apesnya, nggak ada warung yang kelihatan higenis di pinggir jalan. Sepertinya, lapar bikin temen-temen mulai leleh otaknya. Apa aja dipakai jadi becandaan. Saya yang teriak-teriak kelaparan aja sempat-sempatnya dijadikan korban bullying. Akhirnya kami nggak jadi mampir ke Ramang-ramang. Kayaknya bakal ada tragedi pingsan kalau maksa datang ke sana. Saya cuma sempat ngambil foto dermaga tempat nyebrang.
Habis itu kami sampai di jalan tembus di Kabupaten pangkep. Trus balik ke Makassar. Di sana, Daeng Ipul ngajakin kami makan sore mendekati malam di Paotere. Menunya andalannya ikan bakar. Serunya, ikan di sana dibakar tanpa banyak bumbu karena masih segar. Yoi, deket laut. Makannya pakai bumbunya yang dipisah. Isinya ada bumbu kacang, bawang, sama mangga muda. Di lidah saya aneh tapi enak. Trus info nggak penting: Rumah makan ini sering didatengi pejabat. Mereka majang foto SBY di dindingnya loh.