Sabtu, 14 April 2012

Berkunjung ke Kota Seribu Sungai


Biasanya, tiap kali pesawat hendak mendarat, saya selalu menatap ke luar jendela. Saya suka ngelihat rumah-rumah yang seperti mainan di siang hari atau lampu-lampu kota jika terbang malam. Tapi, malam itu saya benar-benar tidak peduli. Saya terlalu mengantuk. Karena delay, pesawat baru mendarat pukul 12.16 malam.

Sebenarnya saya malas memakai penerbangan terlalu malam (juga terlalu pagi, karena males mandi). Itu akan mengganggu jam tidur saya. Sayangnya, rute Jogja-Banjarmasin hanya dilayani oleh satu maskapai. Dan jadwal terbangnya engga banget.

Saya dijemput oleh Ableh, teman sama-sama anggotanya Komunitas Blogger Nusantara. Kami lalu pergi ke rumah Siti, di daerah Pal 7. Tak lama kemudian, Bayu bergabung.

Jam empat pagi, alarm hp Ableh bunyi. Karena masih mengantuk gara-gara ngobrol mpe dini hari, kami jadi makhluk anti sosial. Alarm tadi kami cuekin. Baru setengah jam kemudian saya terpaksa bangun karena ada sms dan telepon dari Atik. Teman dari Jakarta, yang bilang kalau dia sudah keluar dari hotelnya dan menuju terminal dengan ojek.Abis jemput Atik, kami kemudian berangkat bersama-sama ke Dermaga Sungai Lulut. Di sana Iggy yang dari Bandung datang bergabung. Kami nyewa klotok, biayanya 150 ribu sekali jalan. Itu sebutan lokal untuk perahu bermesin. Perahu ini besar dan beratap. Kayaknya sih cukup kalau buat bawa dua puluh penumpang.

Kapal melaju pelan. Angin sepoi-sepoi menyapu wajah saya. Sejuk sekali, jadi pengen tidur. Apalagi tadi malam saya hampir nggak bisa tidur karena kaget dengan suhu Banjarmasin yang panas banget. Saya pikir karena di sana deket hutan, pasti dingin. Saya baru ngeh kalau sebagian besar lahan di Banjarmasin tu gambut. Pantes! Setengah mengantuk, saya mengamati rumah-rumah panggung di kiri dan kanan. Bahannya dari papan. Beberapa rumah memiliki perahu dayung yang ditambatkan di salah satu tiangnya.

Tak lama kemudian, kami mulai berpapasan dengan ibu-ibu yang mendayung perahu kayu kecil. Langit mulai terang dan dari rumah-rumah panggung tadi mulai terlihat aktivitas penghuninya. Ada yang ibu-ibu berkemben yang mandi sambil mencuci. Banyak anak-anak kecil berenang-renang telanjang sambil menggunakan ban dalam mobil. Saya menatap ke arah air sungai yang kecoklatan, heran. Kok mereka engga kena sakit kulit ya?

Saat langit mulai menampakkan warna kemerahan, ritual pun dimulai. Mulailah pada foto-foto dengan latar Matahari terbit! Dasar Pemuja Matahari. Berhubung tiap orang bawa kamera, kami bisa gantian foto-foto narsis. Horee... :D

Tak lama kemudian kami sampai di Dermaga Lok Baitan. Ada puluhan perahu-perahu kecil berseliweran. Mereka bawa hasil bumi seperti pisang, kelapa, jeruk, dan sayur-sayuran. Kebanyakan pengemudinya ibu-ibu. Bajunya nyaris seragam, pakai kain jarik. Atasannya kalau engga kebaya ya daster. Trus rambutnya kalo ga pake kerudung ditutup pakai ikatan kain. Mereka juga bawa sejenis caping bulat yang terbuat dari daun kelapa.

Kami beli rambutan, harga seikat kecilnya lima ribu. Kayaknya kemahalan, mungkin gara-gara penjualnya ngelihat baju kami yang sangat nggak mirip penduduk lokal? Tapi ga pa-pa, setidaknya kami bisa ikut duduk di perahu ibu penjualnya. Buat difoto maksudnya. Hidup narsis! Naik ke perahu kecil tadi butuh hati-hati lo. Gara-gara saya nggak sabaran dan main loncat, hampir aja perahunya kebalik.

Di sana, kami beli buah-buahan yang engga pernah saya lihat sebelumnya. Ada kesturi,itu sejenis mangga berkulit unggu yang baunya wangi. Juga ada buah kecapi. Murah banget oi. Masa satu keranjang isi 100 biji cuma 15 ribu! Rasanya mirip kaya manggis cuma agak masam, dan bijinya lebih besar. Trus kulitnya liat banget. Butuh perjuangan deh buat ngebuka. Mulai dari digigit sampai ditekan ke lantai klotok.

Kami lalu diajakin Ableh buat jalan ke atas jembatan gantung. Dari sana pemandangannya lebih keren. Kayaknya dari sini deh foto-foto pasar terapung yang sering ada di buklet-buklet diambil. Dan, seperti biasa, foto-foto narsis :D

Puas memoto dan difoto, kami pulang ke tempat Siti sebelum lanjut jalan ke Loksado. Awalnya, kami mau sarapan di Soto Bang Amat yang terkenal itu. Gimana ga penasaran, Lonely Planet ngasih tanda “our pick”, trus beberapa blogger juga nyebut-nyebut tempat ini. Tapi, penonton kecewa karena ternyata ada tulisan gede banget di deket pintu “SETIAP JUM’AT TUTUP”

Ya udah, atas saran Iggy, kami pergi ke Warung Serabi Sarah di deket Pasar Baru. Gara-gara lapar mata, saya ngambil serabi, putu mayang, kokoleh, dan lupis masing-masing satu. Benda-benda tadi ditaruh di piring trus disajiin pakai parutan kelapa dan santan gula jawa. Berhubung rasanya terlalu manis, saya nggak habis karena lama-lama jadi enek.

Pas balik ke rumah Siti, kami masak-masakan. Niatnya sih, Atik sama Bayu mau masak Balado terong. Tapi gara-gara terlalu pedas, akhirnya mereka nambahin banyak kecap. Tapi enak kok (ini pujian tulus lo, bukan gara-gara dimasakin :P)

Tadinya, saya dan Atik mau tinggal beberapa hari di Loksado, berhubung Ableh, Siti, dan Iggy nggak bisa lama-lama, ya udah, cuma dua hari. Aslinya, Siti tu harus kerja hari ini. Iggy juga sebenarnya masih ngumpulin data. Nah Ableh, harusnya bantuin Iggy. Berhubung ada dua setan yang berkali-kali bujukin mereka dengan kalimat sakti “Kerjaan Nggak Boleh Ganggu Liburan”. Luluhlah hati mereka :D Sayang, Bayu nggak bisa gabung karena ada kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan.

Saya, Iggy, dan Atik berangkat ke Kandangan naik angkot. Ableh dan Siti nyusul pakai motor setelah beres-beres. Kami nungguin taksi di pinggir jalan. Bukan mobil pake argo, tapi semacam mobil colt yang jadi angkutan umum. Trus rutenya bisa berubah sesuai pesanan. Tadinya, kami satu taksi sama ibu-ibu yang mau ke Banjarbaru. Berhubung penumpang lain yang naik kemudian nggak ada yang mau ke Banjarbaru, tu ibu diturunin di jalan. Kejam ya? Pas kami naik, tiba-tiba taksi tadi belok ke arah kampung dan ngetem lumayan lama gara-gara ditelfon dan nungguin rombongan.

Dan, mulailah kami bersauna di dalam taksi alias angkot tadi. Kulit saya sampai basah dan lengket karena keringat. Nggak enak banget deh. Sebenarnya, perjalanan ke kandangan cuma butuh tiga jam. Ongkosnya juga hanya 30 ribu. Tapi entah kenapa jadi berasa lamaaa... banget.

Di kiri dan kanan jalan pas mau ke kandangan, ada banyak banget tukang jual dodol. Mereka pasang baliho gede-gede. Ntah kenapa, warna balihonya selalu putih dan selalu ada tulisan asli. Lalu, yang palsu seperti apa ya? Penasaran, saya beli satu. Dodolnya warnanya coklat dan tipis. Rasanya kaya dodol yang di Jawa.

Angkotnya berhenti di Kandangan jam 5 lebih. Kami nunggu jemputan di Masjid Agung Kandangan. Mesjidnya gede dan dibangun tahun 1906 (bukannya kami ngerti sejarah, tapi ada angka tadi di deket kubahnya). Di halaman masjid yang luas ada buletan mirip sumur setinggi lutut. Gunanya buat wudhu.

Saya jalan ke belakang masjid buat nyari toilet. Saya agak kaget waktu tanda panahnya menuju ke kuburan yang letaknya persis di samping masjid. Ternyata, ada jalan sempit di samping kuburan ke arah kamar kecil. Suasana di sana sepi-sepi gimana gitu. Engga enak deh, mana hampir magrib. Trus saya jadi paranoid waktu denger suara anak-anak kecil ketawa. Sebelum saya mulai panik, tiba-tiba ada bola plastik terbang. Dan, ternyata di belakang masjid ada halaman tempat anak-anak main. Fiuhhh...

Habis itu, kami dijemput sama Wahid dan temennya. Diajak ke Sekretariat Klub Pecinta Alam di Jalan Parindra. Di sana banyak banget nyamuk. Untung saya selalu sedia lotion anti nyamuk kalau jalan-jalan. Asyiknya, kami disambut dengan pesta buah. Ga tau dapet darimana. Ada rambutan besar yang manis banget, juga kesturi, dan kecapi.

Baca sambungannya ya? Habis ini ada cerita tentang wisata kuliner di Kandangan , main ke air terjun Haratai , juga masih ada lagi cerita tentang lihat berlian diambil dari tanah.

7 komentar :

  1. mana nih sambungannya Mba, aku jadi ketawa sendiri liat tulisan ini :)

    BalasHapus
  2. Langganan aja, abis ini di posting terus-terusan deh :)

    BalasHapus
  3. kamu belum follow blogku fi...*hhhhhrrhhh..hahahahah

    BalasHapus
  4. WAh itu terapung Lokbaintan dan soto bang amat ya ^_^ aku baru ke pertama kesana bulan februari lalu mba malah

    xxixiix
    Ditunggu lanjutannya

    BalasHapus
  5. @Atik: Kl g salah blogmu followernya pake Google + ya? Aku kan ga punya.

    @Ayead: Cek aja blog ini tiap minggu. Ada terusannya

    BalasHapus
  6. ditunggu kedatangannya kembali oh iya ini ukuran foto pas di upluad kok pecah gitu.. coba liat foto2 ku dblog ableh apache..

    BalasHapus
  7. @ableh: Nggak taaauuuuuuu kenapa fotonya jadi jelek gitu.. Ok, ke TKP

    BalasHapus